Minggu, 29 November 2009

Sebuah coretan tentang tangis, tawa, kesedihan, kebahagiaan dan keseimbangan dalam hidup.


Kita mungkin akan melupakan orang-orang yang tertawa bersama dengan kita, tetapi tidak mungkin kita melupakan orang yang pernah menangis bersama dengan kita.

Terkadang orang-orang yang pernah membuat kita menangis di dalam kehidupan adalah mereka yang akan membuat kita kelak tertawa bahagia, dan sebaliknya mereka yang pernah membuat kita tertawa dan lupa diri akan membuat kita menangis di kemudian hari.

Keindahan sebuah gunung tidak akan pernah kita rasakan ketika kita berada di gunung itu sendiri. Gunung itu tampak indah dan agung jika dilihat dari kejauhan.Dalam hubungan kekeluargaan, persahabatan dan percintaan terkadang kedekatan yang ada akan membutakan kita tentang indahnya hubungan yang sedang kita alami. Keindahan dalam suatu hubungan baru akan terasa ketika hubungan itu terpisah oleh jarak yang berjauhan. Sebagian besar dari kita terkadang tidak bersyukur dengan indahnya kedekatan hubungan yang kita lalui hingga akhirnya kedekatan itu berubah menjadi kejauhan. Keharuman sekuntum bunga akan hilang ketika kita terus-terusan menciumnya, menjauh adalah salah satu cara untuk mendatangkan keharuman itu kembali.

Kesenangan adalah kesedihan yang terbuka bekasnya. Tawa dan kesedihan datang dari sumber yang sama, dan keduanya juga dapat menguraikan air mata. Semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan. Sesungguhnya orang yang berjiwa besar bukanlah mereka mampu dan pandai menahan tangis, tetapi adalah mereka yang pandai menangis di dalam kesabaran. Hanya orang yang bodoh yang tidak mampu menangis dan meluapkan emosinya, tetapi hanya orang bijak yang mampu mengelola tangisnya dalam setiap luapan emosi yang dirasakannya.

Banyak orang yang terlalu menjaga citra diri hingga untuk tertawa dan menangis pun harus teratur dan tertata rapi untuk menimbulkan kesan bahwa sesungguhnya ia adalah orang bijak yang mampu memahami kehidupan dengan baik. Sesunggunya kebijaksanaan itu tidak lagi merupakan kebijaksanaan apabila seseorang telah menjadi terlalu angkuh untuk menangis, terlalu serius untuk tertawa, dan terlalu egois untuk melihat yang lain kecuali dirinya sendiri.

Hidup di dunia ini berlaku hukum keseimbangan. Bukanlah individu yang baik yang setiap saat berbicara tentang akhirat tetapi ia lupa bahwa ia masih bepijak pada dunia yang sesungguhnya adalah tempat ia menyusun tangga-tangga yang akan mengantarkannya menuju akhirat, dan bukanlah individu yang baik juga ketika hanya berbicara tentang keduniawian semata, tetapi ia lupa kemana sesungguhnya tangga-tangga keduniawaian itu akan ia arahkan.

(Habibi.fbc)

Artikel ( By Creative Boys Production )


Kata-kata Airmata, Canda tawa dan Kehidupan

aku memilih tak menulis airmata
karena kata-kata takkan bisa mewakili beningnya
melewati kelopak mata indah
jatuh ke bumi dan menyuburkannya
hingga airmata-airmata lain jatuh kembali.

aku memilih tak menulis canda tawa
karena huruf-huruf tak sanggup memerankannya dengan baik
bersandiwara dalam gelak kepedihan
menangis dalam tawa, tawa dalam tangisan

aku memilih tak menulis hidup
karena tinta dunia tak cukup tebal untuk kubaca
lalu dengan pekatnya aku tenggelam
tenggelam dalam lingkaran kehidupan itu sendiri

aku memilih menggantikan diriku dengan cinta
karena cinta pernah mewakili hidupku
karena cinta telah mengundang airmataku
karena cinta menggelitik canda tawaku
dengan kata-kata yang tak terhitung

(Habibi.fbc)

Artikel ( By Creative Boys Production )

0 komentar:

Posting Komentar